TUNGGU AKU DARI UNIVERSITAS ANDALAS

Minggu, 30 November 2008

IBU....(sebuah renungan dari anakmu)

Ibu, telah lewat tanggal ketika orang-orang memperingati dirimu. Mengingat perjuangan dalam pemeliharaan kandungan, melahirkan, menyusui, mendidik, dan akhirnya melepaskan menuju kemandirian. Semua itu seringkali membuat seorang anak mampu meneteskan air mata dalam keheningan muhasabah atau evaluasi diri. Sebuah evaluasi tentang apa yang sudah anakmu berikan atau baktikan kepada engkau.

Ibu, kasih sayangmu dipuji sebagai tak terhingga sepanjang masa. Engkau hanya memberi, tak harap kembali. Dan diibaratkan seperti sang surya menyinari dunia. Engkau sering dikatakan sebagai sosok yang agung, tempat keridloan Allah. Ibu, tetapi kini........Ibu, engkau yang agung, kini mulai terkikis. Engkau banyak mengaborsi anakmu. Menjadikan anakmu, dalam teriakan “anak haram”, dan tidak diterima dalam masyarakat. Engkau juga banyak tidak peduli dengan anakmu. Engkau menikah dan bercerai begitu mudahnya. Bahkan engkau tidak menikah dan “memunculkan” anakmu di dunia. Engkau hanya membuat anakmu tersiksa, karena ketidakhadiran sebuah keluarga yang mencurahkan kasih sayang, bukan terpaku pada materi. Ibu, engkau lebih banyak tidak membiarkan anakmu mandiri atau tidak mempersiapkan anakmu untuk mandiri. Engkau manjakan aku dalam keterlenaan. Sehingga aku tak mampu untuk hadapi kehidupan yang keras. anakmu lari kepada euforia yang merusak, menyalahgunakan narkotika, lari kepada dunia gemerlap, yang mencoba untuk melupakan kegelisahan yang mendalam. Melenyapkan rasa gelisah dengan hidup di dalam dunia yang banal. Terjebak dalam aktivitas keseharian. Terjebak dalam rutinitas, tanpa tahu mengapa melakukan itu semua, kecuali hanya karena itu lazim dilakukan. Itu pula yang membuat aku memberontak. Liberalisme menjadi sebuah tawaran jawaban yang menjanjikan. Bebas, itu sebuah kata yang berusaha aku wujudkan. Dan ibu, itu semua terkait dengan peranmu dalam kehidupan anakmu.Ibu, udara feminisme telah begitu merasuk dalam paru-parumu. Ia menjadi sebuah dorongan yang malah merusak anakmu. Karena ia, engkau meninggalkan anakmu di rumah, sendirian, atau hanya ditemani pembantu. Yang akhirnya, pembantulah yang anakmu anggap ibu, bukan engkau sebagai ibu kandung. Ibu, karena feminismelah aku hidup tanpa kasih sayang, dan hanya bersama materi. Materi.....materi, bukan itu yang utama. Dengan kehadiranmu disisi, cukup dan jangan gantikan kehadiranmu oleh materi.

Ibu, sadarkah engkau jika feminisme itu terlihat hanya menjadi sebuah jebakan bagimu agar engkau menjadi komoditas baru bagi para kapitalis. Engkau dijadikan sebagai model sebuah iklan, menjadi pemancing gairah laki-laki. Sungguh aku tidak menyukainya, terlebih karena yang terpancing itu bukan ayahku.

Ibu, mencari nafkah bukanlah kewajiban yang dibebankan Allah kepadamu. Engkau dibebankan kewajiban untuk merawat anakmu, melahirkan, mendidik, dan mempersiapkan untuk menjalani kehidupan yang keras. Kalaupun engkau mencoba bekerja, engkau hanya akan lebih lelah. Karena menangani dua buah wilayah, wilayah pekerjaan dan aku. Pada akhirnya, dua wilayah itu hanya akan terbengkalai dan tidak optimal digarap. Dan yang menderita bukan hanya engkau, tapi anakmu.

Ibu, tolonglah telusuri ke kedalaman batinmu. Apa sebenarnya kecenderungan dasar dirimu atau fitrahmu?, apakah benar ke-biologis-an dirimu tidak berpengaruh kepada peranmu di dunia?, apakah engkau sedemikian menginginkan untuk memperoleh apa yang laki-laki peroleh? Tidak cukupkah engkau, hanya dengan diriku? Aku adalah amanah bagimu, yang akan membawamu, baik ke taman akhirat atau api jahanam.

Ya Allah, ampunilah ibuku dan bimbing ia menuju fitrah dan kemuliaan di dunia dan di akhirat. (serum)

lanjutkan..

Minggu, 01 Juni 2008

Bulan Juni

Dah bulan Juni rupanya. Berarti sudah 5 bulan berlalu di tahun 2008 ini. Berarti strategi pun harus dimantapkan. Bulan April - Mei kemarin sungguh membuatku sedikit lelah. Alhamdulillah dapat terasi juga, walau pun masalahnya belum selesai. Yang pasti tuk bulan Juni ini, aku harus mempersiapkan diri sematang mungkin.

Tanggal 23 Juni sudah UAS. Berarti berakhir perjalanan waktuku di semester 6. Ada 2 semester lagi yang harus ku hadapi untuk mendapatkan gelar sarjana Teknologi Pertanian. Plus aku pun harus mempersiapkan diri PKL di Merbau Selatan, Labuhan Batu. Sekaligus aku udah harus mengancang - ancang proposal penelitian. Terpengaruh juga gara - gara kawan - kawan angkatan.

Tuk organisasi, AGoD di persiapkan dengan sebaiknya. Yang penting anak 2007 dilantik. Huh, capek juga jadi ketua itu yach. Tapi mo kek mana lagi. Ini amanah umat. Trus, aku harus mengangkatkan seminar sains di bulan ini. Ayo, semangat Lalitbang yang di bawah koornya mas Tukiman. Trus, tuk Kesma harus dah di ancang - ancang dong Badan usaha yang ingin dibentuk. Agar HIMATETA ada duitnya. Abis itu??? Apa lagi yach???

K_MIP Insya Allah masih percaya padaku. berarti aku harus mempersiapkan diri untk membuat kurikulum Englishnya. Tambah kerjaan, tambah semangat.....waa\kakak.

Oh yach, KAMMI komsat Eksak bagaimana jadinya???
Risau hati karena dapat surat 'cinta' dari anggota. Waduh, kok bisa yach. Bukan surat cinta sembarang surat cinta. Karena surat cinta ini menyuruh aku tuk nenangin jiwa. Emang jiwamu kenapa Thamrin??? Gak tenang mungkin. Habisnya sih, terlalu banyak "selingkuhan" dengan organisasi lain. Ya namanya juga usaha. jadi gak papa deh.

Yang pastinya, apa yang terjadi di tubuh KAMMI komsat Eksak atau tepatnya di KASTRAT, harus diselesaikan dulu masalahnya. Bahasa kerennya sih, di TABAYUNKAn. Keren euy. Agar ukhuwah terjaga dan azzam makin membara. Allahu Akbar!!!!

Ayo Thamrin. bulan ini, kau harus lebih semangat. ini bulan baru cing.... Moga tambahan dari kampung ada. BBM naik, uwang dari kampung juga harus naik. Waduh, matrek. Ok deh, moga gak terulang lagi. Sebab peradaban Islam mulai terbentuk. Semangat...................!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

lanjutkan..

Nasehat Tentang Sabar

Umar Bin Khathtab Radhiyallahu ‘Anhu:
Kehidupan yang terbaik kami dapatkan dengan sabar.
Jika sabar itu ada pada seseorang, pasti ia tergolong orang dermawan.

Ali Bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘Anhu:
Posisi sabar bagi iman seperti posisi kepala bagi tubuh.
Ketahuilah tidak beriman orang yang tidak sabar.

Umar Bin Abdul Aziz Rahimahullah:
Allah tidak memberikan suatu kenikmatan kepada salah seorang hambanya
kemudian Dia mencabutnya dari orang tersebut dan menggantinya dengan sabar,
maka penggantinya itu lebih baik daripada yang dicabut darinya.

Al Hasan Al Bashri Rahimahullah:
Sabar adalah salah satu kekayaan dari kekayaan yang baik.
Allah tidak memberikan kecuali kepada hamba-Nya yang mulia di sisi-Nya.

Dinukil dari Kitab ‘Uddatush Shabirin wa Dzakhiratisy Syakirin
Karya Syamsudin Muhammad Bin Abu Bakar Ibnu Qayyim Al Jauziyyah

Sumber: Majalah AsySyariah Vol 1/ No 3/Rabiul Akhir 1424 H/Juni 2003 M

lanjutkan..

Kesabaran dalam Perjuangan Yang Suci

Sabar, sabar dan sabar ……………!!!
Siapa yang tidak pernah mendengar kata ini?
Berulang-ulang orang menyebutnya. Mudah diucapkan namun berat diamalkan.

Perkataan dan perintah sabar sangat gampang ditemukan di dalam Al-Qur’an. Salah satu contohnya yang ada di dalam surat Al Ashr. Allah di surat ini memberikan pujian khusus bagi mereka yang mau memberikan nasehat kepada kesabaran. Ayat tersebut adalah: “Demi masa. Sesungguhnya setiap manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman, beramal shalih, dan saling nasehat menasehati di dalam kebenaran dan kesabaran.”

Sebagian besar orang, memahami bahwa yang namanya sabar itu terkait dengan musibah yang menimpa. Sehingga kalau ada mereka yang mendapatkan saudaranya meninggal maka tetangganya pun menasehatinya dengan “sabar”. Tak salah apa yang diucapkan. Namun ternyata, kesabaran tak hanya sebatas ketika ditimpa musibah saja. Ada kesabaran lain yang tak kalah pentingnya, yaitu:

* Sabar di dalam menjalankan ketaatan kepada Allah. Menjalankan ketaatan kepada Allah bukanlah hal yang ringan. Sangat banyak orang yang paham dengan kebaikan dan ketaatan namun tidak juga mau mengamalkan. Terlebih lagi, menjalankan ketaatan itu ada penghalangnya. Siapakah penghalangnya? Jawabannya, banyak penghalang kita menjalankan ketaatan. Yang pertama adalah jiwa manusia itu sendiri. Jiwa manusia terkadang memerintahkan anggota tubuhnya untuk malas berbuat ketaatan. Yang kedua adalah syetan. Syetan paling tidak suka dengan mereka yang menjalankan ketaatan. Ini persis dengan yang disemboyan nenek moyangnya, yaitu iblis semenjak diusir Allah dari surga. Ia dan anak cucunya berupaya untuk menghalangi manusia dari kebaikan dengan berbagai cara. Tak heranlah bagi para muslimah sangat berat untuk menjalankan ketaatan. Memakai jilbab misalnya. Sangat berat, karena memang syetan terus menarik dan mencegah agar muslimah tidak memakainya. Syetan ini ada macamnya juga. Bisa berasal dari manusia maupun dari bangsa jin. Syetan dari bangsa manusia ini berupaya dengan keras agar kebaikan tidak tersebar luas. Makanya mereka berupaya memadamkan cahaya Allah. Contoh gampangnya, orang yang mau menjalankan syariat Allah dengan benar mereka musuhi dan perangi. Jahat lagi, mereka menyebarkan berita palsu bahwa orang yang menjalankan syariat islam identik dengan teroris. Menghadapi musuh-musuh ketaatan yang betebaran ini butuh dengan kesabaran yang ekstra.

*Sabar dalam meninggalkan perbuatan kemaksiatan. Perbuatan kemaksiatan memang tampak bagus dan indah. Apalagi syetan menghiasi kemungkaran itu dengan hiasan yang luar biasa. Akibatnya? Manusia berbondong-bondong melakukan kemungkaran alias kemaksiatan. Hari ini membuktikan bahwa kemungkaran menjadi sesuatu yang dominan di muka bumi. Orang tak malu lagi berbuat kejelekan di sembarang tempat. Contoh realnya, betapa banyaknya saudara muslimah yang berpakaian minim ala barat. Menampilkan aurat kepada laki-laki yang bukan suaminya. Terus betapa maraknya perjudian di setiap tempat, di sudut kota dan jalanan. Tak ada rasa malu dan merasa bersalah. Kemaksiatan yang lain masih sangat banyak untuk diungkapkan. Lingkungan yang bertebaran dengan maksiat tadi terkadang mempengaruhi kepribadian seorang muslim atawa muslimah. Hingga akhirnya terbawa-bawa tanpa terasa. Maka, bersabar dalam meninggalkan kemaksiatan harus selalu bersanding pada setiap diri muslimah. Tentu, bukan berarti berdiam diri terhadap kemungkaran yang berkembang, namun turut andil dalam memberantasnya.

lanjutkan..

Minggu, 11 Mei 2008

Ada Cinta di Perkemahan vs Ada Prostitusi di Perkemahan

Awalnya berat melakukannya. Harus menyiapakan kompor, tikar, kuali, periuk, bontot nasi, beras, mie instan, dan kebutuhan perkemahan lainnya. Bahkan harus meninggalkan tempat tidur, meja belajar, keluarga, dan pastinya rumah dong. Membiasakan diri tuk tidur di alam, bersama merdunya suara jangkrik atau gelitikan nyamuk - nyamuk nakal. Kadang dihadapi dengan keikhlasan, walau banyak mendongkolnya.

Sulit melakukannya, sulit pula meninggalkannya. Karena di perkemahan itu kita harus berhadapan dengan berbagai karakter manusia. Kawan yang pendiam mungkin gak masalah, tapi kalau pendiamnya makan dalam, kita pun bisa makan hati dibuatnya. Ada pula yang suka bercanda, sehingga kehadirannya kita tunggu - tunggu untuk memecahkan keheningan suasana. Belum lagi yang tidurnya suka ngigau, ngelindur, atau pun suka nendang - nendang orang, alamat pasti akan dikerjai tengah malam. Berbagai karakter harus bersatu dalam sebuah tenda yang dihuni sebanyak 15 orang bahkan lebih. Mau gak mau suka gak suka, kita harus bisa menahan sabar bila ingin perkemahan tersebut berjalan lancar dan sukses.

Rasa cinta pun akan tumbuh saat itu juga. Cinta dan persahabatan yang muncul kepada kawan - kawan yang satu tenda. Membagi tugas bersama dan tidak membiarkan teman - temannya kelaparan. Ada makanan dibagi bersama dan menjalankan tugas cepat dan tepat sesuai dengan yang diinstruksikan oleh pimpinan regu. Bahkan, rasa cinta itu pun dapat melahirkan nilai kepercayaan, karena keyakinan bahwa orang yang kita cintai itu tidak mungkin mengkhianati.


Pengalaman ini memang dialami olehku secara langsung. Mulai berkemah sejak kelas dua SD sampai ketika aku tamat kelas 3 SMA. Perkemahan yang kulakukan dari kepramukaan. Pahit dan manis pun telah ku alami di sini. Nilai - nilai persahabatan yang terbangun, kemandirian, dan kedisiplinan juga. Sifat dahulu mendahulukan pun menjadi ciri khas persahabatan itu. Sehingga wajarlah ketika akan berkuliah, begitu banyak janji yang terucap untuk melanjutkan Pramuka bila sudah berkuliah nanti.

Tapi sayang, terkadang sakralnya persahabatan dirusak pula oleh segelintir orang yang dimabuk asmara. Perkemahan merupakan momen yang dinanti. Di saat itu yang laki - laki tidak akan diawasi oleh orang tuanya, begitu juga yang perempuan. Mereka bertemu kemudian berdua - duaan. Bahkan yang laki - laki berani memasuki tenda perempuan sambil tidur - tiduran. Buah zina pun tiada khayal lagi terjadi. Salah siapa karena bagi mereka hal itu dilandasi rasa suka sama suka.

Cinta kah atau nafsu. Begitulah yang terjadi bila setiap adanya perkemahan. Seorang laki - laki akan memanfaatkan momen perkemahan untuk mencari belahan jiwanya. Sayangnya, tindakan seperti ini kelewat batas kewajaran. Tanpa memperhatikan norma yang berlaku dalam masyarakat. Dasa Dharma yang mengatur kode etik seorang Pramuka sejati dilanggar dan arang pun tercoreng di wajah yang merasa dirinya seorang yang berjiwa Pramuka.

Kejadian seperti ini akan terus menjadi tradisi. Sudah rusak dari hulunya. Seorang junior akan mencontoh seniornya. Ironisnya, sang senior hanya mampu memberi contoh yang buruk - buruk saja. Begitulah terus dan terwarisi dengan begitu rapat dan rapi.

Sayang sekali. Ketika saya yang merindukan suasana cinta, harus menelan pil pahit akibat yang namanya prostitusi. Walaupun salut juga dengan Regu dari Kwarda Jawa Barat, di mana rasa cinta dalam berkemah pernah mereka terapkan dengan membaca Tilawah Qur'an ba'da maghrib. Waktu itu aku ikut Jambore Nasional di Jawa Tengah. Dan suasana seperti ini yang ku rindukan dalam setiap perkemahan. Rasa cinta yang dibangun dari dasar kebersamaan dan persamaan nasib tanpa melupakan jiwa yang menjadi hamba pada Rabb yang menggenggam jiwa kita. Bukan dikotori dengan bermacam - macam bentuk kemaksiatan seperti yang telah tertera di atas. Semoga ada perubahan yang lebih baik bagi dunia kepramukaan, terutama di Kwartir Cabang Asahan. Karena harapan itu masih ada.

lanjutkan..

Jumat, 15 Februari 2008

Dunia Mahasiswa: Antara Kenistaan atau Keniscayaan

Hari-hari mahasiswa diisi dengan kuliah. Sibuk praktikum dan menyelasaikan laporan yang ditugaskan. Memfotokopy bahan kemudian mempelajarinya. Bila bahan itu ada di internet, maka dari pukul 19.00 - 01.00, warnet akan diisi oleh mahasiswa yang mencari bahan.

Dunia mahasiswa, apakah harus sejemu itu? Seperti anak sekolah yang segalanya harus sistematik. Tak jarang mengeluh oleh tugas-tugas yang menumpuk sehingga mengabaikan fungsi-fungsi mahasiswa yang lain.

Peran dan fungsi mahasiswa harus kembali dipertegas. Mahasiswa harus mampu mengawasi dan mengontrol reformasi secara utuh seperti saat mereka membidani kelahirannya bulan Mei 1998. Pergerakan mahasiswa pada saat ini tampaknya memiliki perbedaan signifikan dengan mahasiswa tahun 1998, yang mempunyai keseragaman visi, yaitu reformasi.

Mahasiswa sudah telanjur dikenal masyarakat sebagai agent of change, agent of modernization, atau agen-agen yang lain. Hal ini memberikan konsekuensi logis kepada mahasiswa untuk bertindak dan berbuat sesuai dengan gelar yang disandangnya. Mahasiswa harus tetap memiliki sikap kritis, dengan mencoba menelusuri permasalahan sampai ke akar-akarnya.

Merupakan kenistaan bila hari-hari mahasiswa hanya satu warna, yaitu akademik. Seakan acuh tak acuh dengan kondisi terkini saat ini, menjadi barisan pengekor atau pertama kali kabur saat masalah terpampang di depan mata. Semangat perubahan tak lagi mewarnai sisi-sisi kehidupannya. Bahkan waktu luang yang dimiliki hanya dihabiskan dengan dengan kegiatan yang tak tentu manfaatnya.

Sekali lagi kita dipecundangi oleh sistem yang berbelit-belit. Masalah akademik yang semakin sulit, peraturan yang rumit, dan menggugurkan idealis sebagai mahasiswa. Tapi, hal seperti ini pun bukan membuat mahasiswa menjadi tersadar. Bangkit dari pengangkangan hak-haknya dan kembali menanya apa fungsinya sebagai mahasiswa. Suara yang dimiliki tak memiliki kesatupaduan, tidak seperti di era 1998. Yang ada hanya mahasiswa 4K, Kampus, Kafe, Kos, Kampung.

Mahasiswa, yang kini anti organisasi, anti pergerakan, bahkan anti perubahan. Sehingga wajarlah, kalau mahasiswa saat ini mati suri dan tak tahu di mana akan dikuburkan. Apakah peristiwa-peristiwa 66 dan 98 menjadi satu kenangan terindah yang akan lapuk oleh perubahan zaman.

Menunggu kembali bangkitnya pergerakan mahasiswa. Bangkit Negeriku, karena perubahan itu masih ada. Dan bangkitnya negeri, harus kembali dimotori oleh yang namanya mahasiswa.

lanjutkan..

Rabu, 13 Februari 2008

Jangan Panggil Aku Ikhwan

Kultum baru aja usai di musholla Al Kahfi. Alhamdulillah, kultum pertamaku sukses. Awalnya agak nervous sih, karena referensinya sedikit. Tapi selama yang disampaikan itu untuk kebenaran, kenapa harus takut?, batinku.
Qomat dikumandangkan , jama’ah berdiri dan sholat Zhuhur pun dimulai. Akh Anto yang menjadi imam. Saat ia mengangkat takbir, suasana hening seketika. Yang di dalam apalagi yang di luar mushola mnghentikan aktifitas bibirnya. Setidaknya 10 menit kedepan suasana khusuk akan merasuki diri setiap insan yang dilanda rindu pada Rabbnya. Seraya menunjukkan kelemahan sebagai seorang hamba dan bersukur atas nikmat hidup yang diberikanNya. Tidak ada senioritas atau junioritas dalam sholat, siapa yang datang duluan maka dia berhak berada di shaff depan. Itulah jama’ah yang menghadap qiblat yang sama, dengan gerakan yang sama, dan visi yang sama, walau pakaiannya beda. Maklum, ini mahasiswa bung, bukan anak sekolah atau pegawai dengan pakaian seragam.
Selesai salam, jama’ah bubar satu persatu. Ada yang keluar mushola, tapi tidak sedikit yang menuju ruang baca. Ada yang membaca, ada pula yang sekedar duduk untuk bercerita, dan tidur melepas lelah. Suasana ini sudah sering terjadi tanpa ada komando karena dengan suka rela melakukannya. Bersama dalam satu ukhuwah, menyapa dengan salam pada jama’ah yang tertinggal waktu jama’ah pertama. Mereka bercerita tentang kuliah, organisasi, dan masalah pribadi. Suasana itu diisi dengan canda tawa sampai mereka bubar karena harus kuliah lagi.
Hari itu Padang diguncang gempa. Jadi obrolan mereka seputar kejadian tadi. Kata mereka ada mahasiswa yang melompat dari lantai 2 gedung kuliah hingga kakinya patah. Ada yang terjatuh waktu lari, dan tak sedikit yang diam di tempat duduknya. Mungkin mereka pasrah atau telah memprediksi gedung kuliah tidak akan runtuh. Apapun ceritanya, tetap aja mereka manusia yang lemah. Karena yang kulihat dari kebanyakan mahasiswi, mereka menangis bahkan sampe pinsan segala.
Sayang sekali aku gak bisa ikut terus obrolan mereka, saat hp ku berbunyi dan…..
“ Assalamualaikum “, kataku pada orang yang diseberang sana, ia pun menjawab salamku.
“ Rom, cepat pulang. Shally koma dan dia terus memanggilmu”, kata orang tersebut yang sudah ku kenal suaranya. Dia Alf, orang yang paling pendiam di Jiband, grup band asal jadi kami, Alf, Shally, Yoni, dan aku. Band ini terbentuk tahun 2003, sejak kami SMA.
Telepon langsung dimatikannya tanpa memaksaku untuk bertanya. Kebisuan mengantarku pada kenangan yang satu, satu masa indah bersama Jiband. Kisah kasih dengan Shally, kesalutanku dengan semua ide gila Yoni, dan Alf yang selalu digandrungi cewek-cewek. Sebuah persahabatan tulus yang dirintis sejak SMP, berbuah kisah kasih hingga mengantarkan kami menjadi orang yang selalu diawasi oleh guru dan satpam. Tidak jarang kami disetrap karena gak buat PR, ribut di kelas, memprovokasi demo saat kenaikan uang SPP, bahkan lompat pagar saat jam sekolah. Kami lakukan bersama-sama, dengan tujuan yang sama, dan menanggung resiko bersama. Hingga SMA, kami masih bersama, dengan aksi yang sama pula.
Astaghfirullah, batinku. Kenangan itu membuatku larut dalam emosi. Hatiku berkecamuk mengambil keputusan. Dakwah jalanku, sementara di balik bukit barisan sana, ada sesosok tubuh yang terkulai lemas tak berdaya. Memanggil namaku, menginginkan aku datang, orang yang pernah berlabuh dalam taman hatinya. Akankah aku kembali sebagai obat pelepas rindunya sementara tempatku kini bersama kader dakwah. Lalu bagaimana dengan silaturahmiku dengan kawan-kawan di Kisaran andainya terjadi sesuatu yang buruk pada Shally, dan mereka mempersalahkan ketidakhadiranku pada saat sakratul mautnya? Aku terbenam kembali dalam lamunan. Mengambil sebuah keputusan yang sulit kuputuskan. Jarak Padang-Kisaran memakan waktu sehari semalam dengan bus, sedangkan pesawat ke
Medan hanya ada waktu Shubuh. Itu berarti aku harus menunggu lagi. Tapi aku harus pulang.
Akhirnya ku ayunkan langkahku dengan kebulatan tekad menuju kotaku. Entah bagaimana caranya, yang pastinya aku harus di sana sebelum aku menyesal atau dipersalahkan. Dan para ikhwan yang lain pun, melepas keperginku dengan wajah keheranan.
***
Kisaran 2005
“ Kota ini terlalu indah untuk berpisah denganku. Semua kenangan terbungkus, membuaiku untuk selalu kembali padanya”, kataku pada personil Jiband tanpa Shally. Katanya, dia tak sanggup melepas kepergianku dan sudah seharian mengurung diri di kamarnya. Hp nya pun sengaja tidak diaktifkan.
“ Masih ada waktu untuk berubah pikiran. Tempatmu di sini. Shally pun berat hati melepasmu”, kata Yoni mencoba meyakinkanku.
“ Tempatku di sini. Tapi 4 tahun kedepan ada yang ku cari di sana. Juga agar Shally bisa membanggakanku “, balasku.
“4 tahun waktu yang lama, dan hanya menyandang gelar Sarjana Pertanian pula. Sedangkan 6 bulan lagi kita masuk dapur rekaman dan kita akan terkenal seketika”.
Ku tatap wajah Yoni yang mengatakan kenaifan itu. Aku hanya geleng kepala menyatakan ketidaksetujuan.
Benar, popularitas akan segera kami raih, paling tidak untuk lingkup kota ini. Aku dan teman-teman akan terkenal, dielu-elukan penggemar, wawancara di radio, dan menjadi band pembuka bila ada band ternama
Indonesia yang manggung di kotaku. Lalu, apa yang ku dapat sehabis itu? Tidak sedikit grup band yang gagal dipermulaan, ada pula yang kehabisan ide hingga mati suri atau mati sama sekali. Band tumbuh bagaikan jamur di musim hujan, merebut popularitas, masuk infotaimen, diterpa gossip, dan sisi kehidupannya harus dibeberkan di depan umum. Di depan kamera seolah mereka bahagia dengan popularitasnya, padahal tidak sedikit dari mereka yang merasa terjajah, kemerdekaan mereka sebagai induvidu terkekang oleh sorotan kamera yang terus mengikuti. Akhirnya, mereka pun menarik diri dari depan public dan mencari ketengan jiwa. Ketenangan jiwa yang akhirnya ditemukannya di dalam Qalbu itu, harus dibayar dengan penyesalan yang mendalam atas masa lalunya. Dan aku gak mau jatuh seperti mereka yang jatuh.
“ Doakan aja, moga aku bisa menamatkan S1 ku secepatnya. Kembali bersama kalian, dan bersama kota ini. Salam untuk Shally”, kataku.
Setelah itu aku pun berangkat menuju ranah minang, untuk melanjutkan studiku. Diantar grup Jiband, hanya aku yang melanjutkan kuliah, Tanpaku, Jiband, tetap akan ada. 6 bulan kemudian mereka rekaman dan menjadi terkenal seperti yang mereka impikan.
300 meter bus melaju. Ku lihat seorang gadis yang melambaikan tangannya. Shally. Ternyata dia melepaskan kepergianku. Thanks Shally, terima kasih atas cintamu, batinku. Dan bus pun meninggalkan kotaku.
***
Pukul 07.00 aku dah sampe di Kisaran disambut udara pagi yang dingin sekali. 3 tahun ku tinggalkan kota ini tanpa perubahan yang berarti. Entah di mana dana APBD daerah ini, batinku. Tapi segera tak ku hiraukan. Tujuanku pulang untuk menjenguk Shally, bukan untuk memotivasi massa melakukan aksi di depan kantor Bupati atau DPRD.
“Cpt dtg k RS. Gwt….”, begitulah bunyi sms Alf. Setelah aku pamit pada mama, aku pun menuju ke RSUD. Gak terlalu jauh dari rumahku, hanya 10 menit doang. Dan sesampai di sana, ku lihat sesosok tubuh yang telah tekulai kaku tak bergerak. Wajahnya pucat, bibirnya juga. Suasana hening. Alf menangis, Yoni menangis, begitu juga ortu Shally. Aku terlambat, kata mereka aku terlambat hanya 3 menit. 3 menit?, batinku. Setelah perjuanganku gonta-ganti bus selama berjam-jam, akhirnya aku dikalahkan oleh waktu yang 3 menit? Tubuhku terasa lemas sekali. Yang ku ratapi tak mungkin bangun lagi. Walau sekedar mendengar ia berkata, akhirnya kakak datang juga. Tapi tidak mungkin. Sebab lidahnya telah keluh. Ingin sekali mendengar suaranya. 2 tahun sudah aku gak mendengar suaranya, sejak aku aktif di dunia dakwah. Sejak aku memutuskan untuk tidak pacaran lagi. Sejak aku meninggalkannya. Kata Alf dia menangis saat ku putuskan. Yach, menangis memang gak masalah, entar juga reda. Tapi Shally larut dalam kesedihannya. 2 tahun dia larut. Dia memendamnya hingga akhirnya menjadi penyakit dan maut pun menjemput.
“ Innalillahi Wa inna Ilaihi raajiun”, kataku pelan.
Jenazah disemayamkan di rumah orang tuanya, bukan rumah dari hasilnya ngeband. Dan diantar menuju rumah yang gelap sekali, tanpa lampu atau penerang lain kecuali amal. Dan setelah pemakaman tersebut, aku pun kembali ke Padang dengan membawa semua penyesalanku.
***
“ Assalamualaikum”, kata seseorang sambil mengetuk pintu kamar kosku.
“ Wa’alaikum salam “, jawabku. Ternyata Akh Anto. Seniorku yang paling jenius.
“ Kata Ikhwan yang lain, antum sudah 5 bulan tidak keliatan di mushola. Begitu juga amanah di forum, tidak antum gubris”, katanya setelah meminum air yang ku hidangkan.
“ Saya mau keluar dari forum”, kataku mantap.
“ Akh, ana gak salah dengar kan?”, katanya. Aku gelengkan kepala tanda keseriusanku. Dilihatnya aku yang memang sudah berubah dalam penampilan. Tidak dilihatnya lagi di kamar kosku poster para mujahid Palestin, Taliban, Checnya, atau kaligrafi yang selalu menghiasi kamarku. Dia juga tidak mendengar nasyid atau muratthal yang biasanya ia dengar bila bersilaturahmi ke kamarku.
“ Antum mengikuti jejak mereka yang futur. Padahal, dalam pandangan kami antum ikhwan yang sejati”, kata akh Anto meyakinkanku.
“ Jangan panggil aku ikhwan lagi, bang. Aku gak seperti kalian. Secara tidak langsung aku sudah menjadi pembunuh. Sebelumnya aku telah membunuh jiwa gadis itu, dan akhirnya aku membunuh jasadnya.”, kataku lagi yang cukup bersitegang dengan akh Anto. Dia terdiam. Di wajahnya tampak gurat penyesalan. 5 bulan dia menghilang, sibuk dengan penelitiannya. Dia hanya tau kejadianku lewat ikhwan yang lain.
“ Ingat kultum yang antum sampaikan dulu? Di setiap musibah pasti ada hikmah. Dan Allah gak akan memberatkanmu melebihi kapasitas kesanggupanmu. Ingat akh, itu yang antum sampaikan ke jama’ah. Jangan menjadi Abdullah bin Ubay. Jangan jadi munafik. Camkan itu “, katanya. Dan dia pun pergi setelah mengucapkan salam.
Kultum yang ku sampaikan dulu memang tentang bagaimana cara seorang muslim dalam menghadapi musibah. Entah mengapa, seolah-olah aku gak pernah menyampaikannya. Kata-kata yang ku ucapkan kembali padaku. Pukulan telak bagiku. Dengan segenap gejolak perasaan, aku mengambil secarik kertas yang terletak begitu saja di meja belajarku. Surat dari Shally.
Shally sempat menulis surat untukku sebelum ia meninggal. Ku baca lagi. Di situ memang tertulis jelas, bahwa katanya aku egois. Memutuskan tali kasih yang sudah terbangun dan membiarkan dia seperti itu. Membunuh jiwanya sehingga kosong dan tak berarti. Walau ia telah mendapatkan popularitas sebagai vokalis ternama di kotaku, tapi katanya dia tidak menemukan ketenangan jiwa seperti dulu, saat ia di sampingku.
Aku merenung kembali setelah membaca surat itu. Benarkah aku menelantarkannya? Atau apa yang harusnya aku lakukan? Membimbing dia, menasehati dia. Harusnya dia menjadi akhwat seperti aku yang menjadi ikhwan. Tapi aku rasa yang ku lakukan pada saat itu sudah tepat. Aku gak mau menghubungi dia lantaran aku takut terbawa oleh perasaan hingga akhirnya aku futur kembali.
Cinta yang ku miliki untuk Shally takkan bisa membawanya hidup kembali. Seberapa besar cintaku padanya, tetap Allah yang lebih mencintainya dan memberikan jamuan terbaik baginya.
Menyesali kematian Shally bukan seperti ini, menyalahkan dunia dakwah. Ujian itu memerlukan jawaban, dan setiap masalah pasti ada solusi. Jangan panggil aku ikhwan kalau aku gak mampu menahan gejolak perasaan. Jiwaku gak boleh mati hingga terombang-ambing bagai buih di lautan.
Aku matikan rokok yang ada di tanganku, bergegas menyusul akh Anto, Ikhwan dan akhwat lain yang berjuang di jalan dakwah.

lanjutkan..